Kemana Perginya Hal-hal Tabu?





Sekarang kita tidak perlu terlalu memikirkan hal-hal yang ditabukan, sebagaimana pada dekade-dekade atau generasi sebelumnya. Kata tabu sendiri sudah jarang terdengar lagi, karena tinggal sedikit hal-hal tabu yang tersisa. 

Hidup di zaman penuh keterbukaan, begitu banyak batasan yang sudah tersingkir. Coba nyalakan remote televisimu lalu amati. Televisi terasa begitu jahat, menampilkan borok kehidupan masing-masing pelakunya. Surat kabar dikuasai partai politik. Berita yang disajikan bergantung pada kepentingan pemiliknya. Media sosial apalagi. Media sosial menjadi media paling ampuh yang menjangkau pelosok negeri namun juga membuka tabir-tabir yang selama ini dianggap tidak patut diperbincangkan. 

Dunia nyata juga demikian. Periode lalu perkumpulan tongkrongan anak muda diisi dengan obrolan universal tentang musik, film, gosip terhangat yang terjadi di lingkungan sekitar, tempat wisata privasi yang belum banyak di datangi orang, atau bahkan obrolan popular sejak jaman bapak saya kecil, tentang kulit bundar, sepak bola.

Seiring berjalannya waktu gawai berhasil memintarkan kami semua dengan jutaan informasi juga tentang hal-hal tabu. Perbincangan tentang tindakan represif aparat, persekusi terhadap suatu golongan, diskriminasi terhadap hak hidup orang banyak, tentang sosok-sosok popular baru seperti Tan Malaka, Sok Hoe Gie, Wiji Thukul, Munir, dan banyak jutaan tokoh aktivisme yang dihilangkan paksa oleh negara menjadi bahasa yang membumi di ditengah-tengah tongkrongan anak muda.

Isu-isu terkait ketuhanan juga tidak luput menjadi bahasan di kalangan tongkrongan anak muda. Banyak orang di tengah ketidakpahaman terhadap agama sendiri, justru lebih tertarik memperdalam agama lain dan mengkritisinya di depan publik. 

Mulai dari asal muasal penciptaan tuhan. Sejarah kenabian. Membenturkan konsep satu agama ke agama lain. Sampai yang paling ekstrim mencari pembenaran atas perilaku menyimpang yang dilakukan. 

Sebagai contoh, ada beberapa orang yang tahu bahwa minum khamr dalam Islam dilarang tetapi tetap dilakukan dengan dalih bahwa tujuan penciptaan manusia sendiri untuk menebar kebaikan pada orang banyak. Singkatnya ada beberapa kelompok berdalih bahwa tidak masalah menengguk puluhan botol inti sari dioplos dengan bir non alkohol sampai termabuk-mabuk asal esok harinya dia berbuat baik pada sesama, mengisi waktunya untuk berbagi kebaikan kepada orang banyak.

Namun sedikit yang saya pahami bahwa manusia dalam penciptaannya selain diberi tubuh juga dilengkapi akal yang dapat memfilter dan mencerna ilmu yang ditawarkan kehidupan. 

Pemikiran berbeda setiap orang adalah hal yang lumrah dan menjadi seragam justru jadi satu hal yang membosankan. Oleh karena itu menjadi berbeda tidak menjadi masalah. Setiap dari kita dalam penciptaanya sudah dilengkapi dengan fitur akal yang dapat memfilter sesuatu yang belum tentu kebenarannya. Ada pepatah berkata "ambil baiknya, buang bagian buruknya" menjadi sangat relevan disini. 

Pemikiran-pemikiran tabu nan menyimpang yang dihaturkan setiap kita mungkin bukan karena di antara kita belum cukup pandai untuk mengkaji sesuatu. Barangkali memang belum pandai menyambut baik hidayah yang diberikan tuhan setiap harinya melalui kebaikan orang banyak.

Pada akhirnya keterbukaan membiaskan hal-hal tabu yang selama ini dianggap tidak menarik diperbincangkan kalangan anak muda justru menjadi bumbu-bumbu yang membuat tongkrongan menjadi lebih hidup.

Bogor, 19 Mei 2020 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karena Untuk Berubah, Kita Butuh Melangkah

Touching Old Blog

Quarter Life Crisis