Sajak Cinta untuk Daun dan Kupu-kupu

Di bawah rindang mahoni,
Kakek memandang kupu-kupu seperti waktu yang lenyap dalam ingatan.

Dahulu, adabanyak perompak menenggelamkan perahu,
tapi ia berangkat sendirimenuju pulau gadis bergigi manis.

Membuka ladang, menanam kembang di pekarangan. Ia panggil kupu-kupu
bersayap biru, menggiring rindu di senja basaha.

Lelaki melukis langit, menurunkan gerimis pada manis matahari.
 Ratusan kupu-kupu biru, terbang menuju langit.
Dikalungkannya warna pelangi, bagi selendang gadisnya yang senantiasa sembunyi di rimbun melati.

Di tanah basah menanam akar, meminang gadis bergigi manis, dan mencinta daun yang menumbuhkan kupu-kupu.
Dikalungkannya warna, untuk harum di tanah negeri.

"Gadisku bergigi manis, kulitmu tanah, mataku sipit, perahu telah kubakar di dermaga, menjadi abu yang dikirimkan ombak kembali menuju negeri asalku, di tanah Tiongkok."

Ada hujan yang turun dari matamu, dari mataku.
Ada matahari di bahu kirimu, bulan bintang di rambut berseri.
Maka kutiupkan angin agar cuaca selalu pagi, untuk menanam benih di rahim basahmu.

Kakekku memandang kupu-kupu: dan aku petik melati, untuk gadis bergigi manis yang hingga kini, harum abu mayatnya menjelma benih di dalam hati.

Hasna Fransisca


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karena Untuk Berubah, Kita Butuh Melangkah

Touching Old Blog

Quarter Life Crisis