Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2020

Ayah, Ibu Maaf untuk Segalanya

Gambar
Pagi tadi, di tengah menyimak bacaan surat al- A'la yang dilantunkan imam di rokaat pertama sholat Id, seketika selintas muncul wajah ibu dan ayah.  Jika dihitung sejak akil baligh, mungkin sudah 20 kali banyaknya ku sholat idul fitri, tapi baru kali ini wajah keduanya hadir meracau ditengah-tengah sholat. Terbayang, bahu legam saksi kerja keras ayah sudah sedikit membungkuk. Terlihat pula keriput menghiasi wajah ibu yang menandai semakin menua keduanya. Seketika, dibalik masker yang menutup mulut hidung, air mata tak bisa saya bendung. Saya menangis sesenggukan. Tetesannya membasahi masker yang ayah saya ingatkan untuk tak luput dibawa ke masjid.  Saya menangis lirih, takut, satu yang saya khawatirkan, bagaimana jika idul fitri ini jadi lebaran terakhir kami untuk bersama? bagaimana jika idul fitri ini jadi momen tak berulang lagi dikemudian hari? bagaimana jika tak ada lagi kesempatan seoarang anak meminta maaf atas kubangan dosanya terhadap orang tua? bagaimana jika satu diantar

Kemana Perginya Hal-hal Tabu?

Gambar
Sekarang kita tidak perlu terlalu memikirkan hal-hal yang ditabukan, sebagaimana pada dekade-dekade atau generasi sebelumnya. Kata tabu sendiri sudah jarang terdengar lagi, karena tinggal sedikit hal-hal tabu yang tersisa.  Hidup di zaman penuh keterbukaan, begitu banyak batasan yang sudah tersingkir. Coba nyalakan remote televisimu lalu amati. Televisi terasa begitu jahat, menampilkan borok kehidupan masing-masing pelakunya. Surat kabar dikuasai partai politik. Berita yang disajikan bergantung pada kepentingan pemiliknya. Media sosial apalagi. Media sosial menjadi media paling ampuh yang menjangkau pelosok negeri namun juga membuka tabir-tabir yang selama ini dianggap tidak patut diperbincangkan.  Dunia nyata juga demikian. Periode lalu perkumpulan tongkrongan anak muda diisi dengan obrolan universal tentang musik, film, gosip terhangat yang terjadi di lingkungan sekitar, tempat wisata privasi yang belum banyak di datangi orang, atau bahkan obrolan popular sejak jaman bapak saya kecil

Egi Lupa untuk Melupa

Gambar
                      via medium.com Senin, menjadi sesuatu yang memuakkan bagi mereka-mereka yang menemukan neraka kecil bernama tempat kerja. Begitu juga dengan Egi. Meskipun setiap bulan biaya hidupnya dan empat anggota keluarga lainnya berasal dari penghasilan di tempat kerjanya tersebut, tapi memaki tempat kerjanya sendiri adalah suatu kebiasaan yang ia lakukan ketika dia didera bertubi-tubi tugas dengan batas waktu yang mencekik hampir bersamaan. Ketika bangun tidur, membuka matanya, yang ia lakukan pertama kali ada mengembuskan napasnya dalam-dalam lalu menggumam, "anjing, udah Senin aja, perasaan Sabtu-Minggu cepet banget, ngehe". Egi peregangan sedikit lalu beranjak dari kasurnya, seketika terbayang wajah pimpinan visioner dengan sejuta ide tapi tidak manusiawi. Pimpinannya merupakan sosok idealis dan kreatif. Setiap kali pimpinannnya mendapat tugas dinas luar selalu bermunculan ide baru yang diterapkan di tempat kerjanya. Bahkan saking banyaknya ide dan gagasan yang