Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2018

Karena Untuk Berubah, Kita Butuh Melangkah

Aku merasa hidupku baik-baik saja. Pagi bangun, bersiap menuju kantor atau sekolah, lalu pulang sore dengan letih aktivitas seharian. Besok seperti itu kembali, dan selalu berulang. Hingga tak terasa umurmu berlalu dengan demikian cepat.  Lalu masalahnya dimana? Seseorang sedang merasa hidupnya baik-baik saja, dan tanpa sadar terjebak dalam sebuah tempat bernama zona nyaman. Tempat dimana semua baik-baik saja dan siapapun menerima kita apa adanya. Toh tanpa perubahan hidup kita akan baik-baik saja dan tidak mengalami kekurangan. Tapi, itu hanya menurut kita. Seperti itulah dampak sebuah zona nyaman. Memanjakan dari luar namun sejatinya menghancurkan dari dalam. Sekilas memang indah, hidup bagaikan dalam istana dengan berbagai kenyamanan yang ada.  Hidup kita akan begitu-gitu saja, tidak membaik secara signifikan. Teman kita akan gitu-gitu aja, tidak mendapat teman baru yang semakin membuat wawasan bertambah hingga hidup akan jadi lebih menarik. kualitas bicara akan

Elang dan Ayam, Dua Sisi Kontradiksi

Gambar
Pada suatu hari, di sebuah negeri antahberantah tinggalah sebuah Elang yang kokoh dan tangguh. Ia selalu bergerak dan mengepakan sayapnya. Terbang mengikuti arah angin, meliuk-liuk diantara gerak awan, sambil sesekali turun ke daratan memangsa hewan lain untuk dimakan. Tak pernah seharipun ia merasa kelaparan.  Hal tersebut ternyata menuai cemburu sang Ayam. “Wah si Elang dia mudah sekali mencari makan, andai saja aku bisa terbang selayak dia, pasti hidupku tak sesulit ini, untuk mencari makan saja susah” celetuknya dalam hati. Sampai tibalah pada suatu hari dimana Si Elang yang lelah seharian terbang, beristirahat tak jauh dari tempat Ayam yang sedang gelisah. Si Ayam rupanya menyadari kehadiran Elang di tersebut. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, Si Ayam mendekati Elang dan bertanya “Lang, kamu hebat sekali, bagaimana kamu bisa terbang?”. Si Elang setengah sadar menanggapi “Aku terlahir hebat, siang dan malam ibuku memaksaku terbang, tak perduli hujan dan gersang, di